KOPERASI UNIT DESA (KUD) DAN PERMASALAHANNYA

EKONOMI KOPERASI

“KOPERASI UNIT DESA (KUD) DAN PERMASALAHNANNYA

               

NAMA                    : HALLILAH                               

NPM                       : 13211163

KELAS                   : 2EA05

BAB I

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Koperasi termasuk Koperasi Unit Desa (KUD) adalah salah satu sokoguru perekonomian Indonesia yang terus-menerus harus diberdayakan agar kinerjanya semakin baik, sehingga mampu memberikan manfaat bagi anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Peranan harus dimainkan oleh koperasi di masa mendatang adalah bidang produksi dan pemasaran komoditi agribisnis dan sektor-sektor lain, sehingga peranan koperasi dalam kehidupan ekonomi indonesia benar-benar dapat menjadi tulang punggung perekonomian. Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional mempunyai ciri-ciri yaitu :

  1. Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-seorang dan melakukan kegiatan usaha sebagaimana badan usaha yang lain dengan mendayagunakan seluruh kemampuan anggotanya.
  2. Kegiatan koperasi didasarkan atas prinsip-prinsip koperasi yaitu keanggotaannya bersifat sukarela, pengelolaan dilakukan secara demokratis, dan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
  3. Koperasi indonesia merupakan gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dalam tatanan perekonomian indonesia koperasi merupakan salah satu kekuatan ekonomi yang tumbuh dikalangan masyarakat luas sebagai pendorong tumbuhnya ekonomi nasional dengan berasaskan kekeluargaan.
  4. Koperasi indonesia bertujuan mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Dalam proses menuju perkembangan dan keberhasilannya, KUD sebagai koperasi pedesaan yang didirikan oleh dan untuk masyarakat pedesaan, dalam kenyataannya sampai saat ini masih ada diselimuti oleh berbagai permasalahan dan kelemahan yang dapat menghambat perkembangan dan keberhasilannya. Oleh karena itu permasalahan dan kelemahan yang dapat menghambat tersebut, perlu mendapatkan perhatian serta dicari solusinya. Permasalahan KUD khusunya maupun koperasi pada umumnya dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern.

BAB II

PEMBAHASAN

Kesejahterahan masyarakat desa akan berkembang secara terus menerus selama cara kerja KUD tetap baik dan para pengurusnya bekerja dengan jujur serta bertanggungjawab. Pembangunan masyarakat desa mencakup pembangunan di segala bidang kehidupan terutama bidang ekonomi, maka semuanya baru dapat dirasakan manfaatnya ketika koperasi di pedesaan mulai hadir.

Manfaat yang diberikan KUD dalam pembangunan masyarakat pedesaan:

a. KUD sudah mampu memotivasi dan meningkatkan daerah kerja masyarakat desa

b. KUD sudah mampu mendekatkan produsen (petani) dengan konsumen

c. KUD sudah mampu mengembangkan industry kecil dan pengerajin

d. KUD memperkenalkan dan mengajarkan kemajuan teknologi di bidang produksi

e. KUD mampu merangsang pertumbuhan kesempatan kerja

Fungsi koperasi dalam kegiatan perekonomian desa:

a. Memberi kredit dengan bunga rendah dan syarat yang ringan

b. Penyediaan dan pengukuran sarana produksi serta barang dan jasa keperluan sehari-hari

c. Pengolahan dan pemasaran hasil produksi

d. Kegiatan perekonomian lainnya sesuai dengan Impres No2 tahun 1978

Peranan koperasi dalam pembangunan masyarakat desa menurut Muslimin Nasution:

a. Peranan primer antara lain:

1) Meningkatkan efisiensi sektor pertanian sehingga memiliki daya tampung yang besar bagi lapangan kerja di pedesaan

2) Mengurangi kebocoran nilai tambah sector pertanian, dimana kelemahan sistem kelembagaan pertanian dapat diminimisasi

3) Menghimpun semua daya masyarakat berpendapatan rendah agar mampu terjun ke dalam bisnis yang bersekala lebih besar

4) Memberi jaminan terhadap risiko yang dihadapi oleh anggota masyarakat berpendaptan rendah

b. Peranan sekunder antara lain:

1) Koperasi berfungsi sebagai penghubung atau sebagai lembaga yang menapung kegiatan antar sektoral di pedesaan yang dimiliki oleh pengusaha kecil

2) Koperasi bertujuan sebagai perangkat penyampaian informasi kepada masyarakat sampai ke tingkat yang paling bawah

2. Keberhasilan dan Kekurangan dari Koperasi Unit Desa

a. Keberhasilan dari Koperasi Unit Desa

Ukuran keberhasilan koperasi unit desa ditentukan oleh:

1) Baik tidaknya alat perlengkapan organisasi yaitu rapat anggota dalam pengurus koperasi dan badan pemeriksa koperasi.

2) Seberapa jauh kegiatan koperasi unit desa mampu mengelola tugas yang dibebankan oleh pemerintah seperti pengadaan sarana produksi, kredit candak kulak, partisipasi anggota dan lain-lain.

b. Kekurangan dari Koperasi Unit Desa

1) Pejabat koperasi sebagai Pembina KUD terlalu cepat memberi bantuan berupa kredit kepada KUD tanpa disertai pembinaan dan pengawasan yang insentif

2) Penyuluhan mengenai KUD dilakukan sambil lalu tanpa ada koordinasi dengan dinas-dinas teknis lain.

3) Jumlah tenaga pembina koperasi tidak sebanding dengan luas wilayah dan jumlah anggota masyarakat yang dilayani.

4) Pejabat koperasi tidak tegas dalam mengambil keputusan terhadap pengurus KUD yang tidak menjalankan fungsi dengan baik

5) Membeli hasil pertanian dibawah harga pasar

6) Belum mampu bersaing di pasaran

7) Kurangnya permodalan

Pembangunan yang berhasil adalah pembangunan yang menjamin berkembangnya demokrasi, maka satu-satunya alat ekonomi dan sosial yang mengadung nilai-nilai kedemokrasian itu adalah kopersi di pedesaan berkat dorongan dari LKMD telah dibentuk oleh warga desa yaitu koperasi unit desa. Peran yang dijalankan oleh koperasi dalam pembangunan masyarakat desa adalah:

a. Koperasi harus secara nyata menunjukan tentang manfaatnya kepada warga desa dengan cara mengadakan pendekatan kepada penduduk desa untuk bergabung menjadi anggota koperasi

b. Di bidang agribisnis atau usaha tani koperasi telah berhasil menarik kepercayan para anggota dan masyarakat petani yaitu dengan jalan member kemudahan kapada masyarakat petani seperti:

c. Mendekatkan pasar dengan para produsen (para petani)

d. Memberikan harga yang layak terhadap barang yang dibeli maupun dijual para petani

e. Memberikan service yang baik

f. Ikut memecahkam masalah yang dialami oleh petani

Dengan berhasilnya pengelolaan usaha tani yang dilakukan oleh KUD akan membawa dampak positif seperti:

a. Timbulnya rasa kesadaran masyarakat akan pentingnya KUD

b. Meningkatnya gairah kerja masyarakat pedesaan

c. Berhasil dikembangkannya industri kecil

d. Berhasil dilakukan pembentukan modal

3. Permasalahan Koperasi Unit Desa

Untuk mewujudkan KUD agar bisa menjadi soko guru perekonomian rakyat pedesaan, pemerintah mengadakan program pembinaan dan pengembangan KUD karena KUD belum mampu menjalankan usahanya secara sendiri apalagi mengembangkannya. Hal ini disebabkan oleh adanya permasalahan yang cukup berat bagi KUD. Permasalahan terdiri dari,

a. Permasalahan Ekstern seperti:

1) Masyarakat belum mampu sepenuhnya diyakinkan bahwa koperasi merupakan sarana yang efektif dalam mengatasi kelemahan ekonomis dan dalam meningkatkan kesejahteraannya.

2) Belum adanya rencana induk pengembangan koperasi yang terpadu.

3) Belum adanya prasarana yang memadai untuk bisa membangkitkan kegairahan berkoperasi.

4)Kerjasama dengan perusahaan swasta dan BUMN masih kurang, baik dari segi permodalan maupun dari segi usahanya.

5) Usaha koperasi masih berskala kecil dan belum banyak berhasil, sehingga para anggota dan masyarakat pada umumnya belum merasakan manfaatnya.

b. Permasalahan Intern seperti:

1) KUD lemah dalam organisasi dan manajemen

2) Sarana pelayanan dan modal yang belum memadai

3) Kurangnya pengarahan yang tepat dalam kesinambungan pengembangan kegiatan ekonomi

4) Lemahnya daya dukung sumber daya manusia seperti, partisipasi anggota dan profesi pengurus.

5) Lemahnya dalam permodalan

6) Kurang mampu menghadapi perkembangan dan sistem ekonomi pasar, sehingga belum siap menghadapi persaingan dari luar.

7) Para anggota umumnya terdiri dari masyarakat ekonomi lemah dan awam dalam koperasi

Usaha-usaha untuk memecahkan masalah

a. Dengan memberi pelayanan yang baik terhadap kebutuhan anggota

b. Mengaktifkan anggota dengan penyuluhan yang intensif

c. Mengarahkan KUD pada kemampuannya untuk menjadi koperasi serba usaha dengan menggunakan potensi daerahnya masing-masing.

d. Dengan penyempurnaan organisasi intern dan ekstern KUD

e. Dengan memperbaiki manajemen koperasi

BAB III

KESIMPULAN

Koperasi termasuk Koperasi Unit Desa (KUD) adalah salah satu sokoguru perekonomian Indonesia yang terus-menerus harus diberdayakan agar kinerjanya semakin baik, sehingga mampu memberikan manfaat bagi anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Permasalahan KUD khusunya maupun koperasi pada umumnya dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Baik faktor intern maupun faktor ekstern yang menjadi kendala dalam pembangunan Koperasi/KUD sangat berhubungan dengan keberhasilan koperasi itu sendiri. Dalam hal ini terutama faktor Sumber Daya Manusia (SDM) sangat dominan dalam perkembangan dan keberhasilan suatu koperasi. Untuk itu pengembangan SDM dalam koperasi perlu ditingkatkan, baik itu anggota, pengurus/pemgolah, maupun pengawas dalam koperasi, sehingga mampu menjalankan roda perekonomian koperasi secara profesional dan handal. Tanpa dukungan dari semua pihak koperasi, maka tidak mungkin koperasi tersebut dapat maju dan berkembang, bahkan kemungkinan koperasi hanya jalan ditempat atau mundur dan bangkrut sama sekali, dalam kenyataan sehari-hari sudah banyak ditemukan koperasi-koperasi yang hanya papan nama dan gedungnya saja, perkembangan koperasi hanya semusim jagung. Oleh karena itu diperlukan cara atau usaha agar koperasi/KUD bisa berjalan dengan baik seperti dengan memberi pelayanan yang baik terhadap kebutuhan anggota, mengaktifkan anggota dengan penyuluhan yang intensif, dengan memperbaiki manajemen koperasi dan lain sebagainya.

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_pek_040113_chapter1.pdf

http://dedysuarjaya.blogspot.com/2010/09/koperasi-unit-desa.html

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/%289%29%20soca-antara%20dan%20anderson-kinerka%20kud%20di%20bali%281%29.pdf

 

PERANAN KOPERASI DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN

EKONOMI KOPERASI

“PERANAN KOPERASI DALAM PENGENTASAN KEMISKNAN                  

NAMA                    : HALLILAH                               

NPM                       : 13211163

KELAS                   : 2EA05

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Memilih Strukturalisme

Dalam menganalisis kemiskinan dan pengentasan kemiskinan di Indonesia, kali ini penulis menggunakan metode berpikir strukturalisme. Pemilihan metode ini karena kemiskinan yang terjadi di Indonesia penulis yakini sebagai kemiskinan struktural yang pengentasannya pun dilakukan secara struktural.  Keyakinan tersebut muncul dengan melihat metode strukturalisme sebagai metode yang paling cocok dibandingkan dengan beberapa metode yang lain.

Strukturalisme begitu berpengaruh di kalangan ilmuwan sosial terutama di Perancis sejak tahun 1960-an. Tokoh-tokoh utama aliran ini yaitu Claude-Levis Strauss, Michael Foucault, J. Lacan dan R. Barthes. Aliran ini muncul ketika eksistensialisme mulai pudar, sementara masyarakat semakin kaya dan dikendalikan oleh berbagai bentuk struktur ilmiah-tekno-ekonomis mapan dan terkomputerisasi sehingga memudarkan aliran humanisme romantis eksistensialis (Ahimsa 2009).

Selanjutnya Ahimsa (2009) mengatakan bahwa terbentuknya struktur merupakan akibat dari adanya relasi-relasi dari beberapa elemen. Sehingga (mengutip Staruss) struktur juga diartikan sebagai relations of relations atau system of relation (sistem relasi). Strukturalisme dianggap sebagai suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap.

Keyakinan penulis untuk berani mengatakan bahwa kemiskinan dan pegentasannya di Indonesia merupakan bentuk yang struktural. Semakin kuat dengan melihat penyebab kemiskinan itu sendiri. Setidaknya penyebab kemiskinan terkait dengan tiga dimensi, yaitu dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya dan dimensi sosial politik (www.usu.ac.id). Dimensi ekonomi yaitu kurangnya sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan orang. Baik secara finansial atau segala jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan.

Dari dimensi sosial budaya yaitu adanya kekurangan jaringan sosial dan struktur yang mendukung untuk mendapatkan kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat. Sementara dimensi sosial politik melihat rendahnya derajat akses terhadap kekuatan yang mencakup tatanan sistem sosial politik. Tiga dimensi tersebut secara eksplisit maupun implisit menekankan bahwa strukturlah setidak-tidaknya yang menjadi penyebab kemiskinan.

Keyakinan penulis untuk memilih metode strukturalisme karena melihat tipologi kemiskinan yang dibuat oleh Moeljarto (1997) dan beberapa pakar lainnya mengenai kemiskinan struktural. Moeljarto membagi kemiskinan menjadi tiga bentuk, yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan super struktural dan kemiskinan kultural. Uraian mengenai tipologi-tipologi kemiskinan tersebut akan dibahas pada bagian pembahasan. Sehingga kemiskinan yang terjadi di Indonesia merupakan bentuk kemiskinan struktural, yang pengentasannya pun harus menggunakan gaya struktural pula.

1.2        Sisi-Sisi Strukturalisme

Sebagai sebuah teori atau metode berpikir, strukturalisme tentu memiliki kelebihan dan kekurangan seperti teori-teori lainnya. Teori ini kelebihannya dapat dengan mudah untuk mengidentifikasi faktor-faktor dan indikator kemiskinan berikut dengan upaya pengentasannya. Kemudahan tersebut karena teori ini menggunakan pendekatan struktural yang selalu menitikberatkan pada kesalahan sistem, hilangnya kesempatan seseorang untuk mengakses sumber daya ekonomi dan produksi, ketidakadilan dan ketidakmerataan distribusi aset dan hasil produksi dll.

Sementara kelemahan teori ini tidak dapat melihat indikator atau variabel-variabel lain yang tidak disebabkan oleh sistem. Teori ini terlalu asik dengan sistem sehingga melupakan atau tidak mampu mengidentifikasi variabel-variabel yang terdapat pada individu atau pribadi “si miskin”. Teori ini juga sulit menerima perubahan sebagai penyebab kemiskinan yang mengakibatkan antara perubahan dan kemiskinan merupakan sesuatu yang berbeda dan terpisah satu sama lain.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Kemiskinan

Ada berbagai macam definisi kemiskinan yang disampaikan oleh para ahli dan lembaga di Indonesia maupun dunia. Di antaranya yang disampaikan Fillali (2008), kemiskinan merupakan kondisi yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang di masyarakat yang bersifat sementara dan dinamis. Kemiskinan bukanlah suatu karakter yang melekat pada seseorang atau sekelompok orang secara terus menerus.

Kartasasmita (1995) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Pada umumnya masyarakat miskin lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi.

Lebih spesifik lagi apa yang disampaikan oleh Moeljarto (1997) tentang kemiskinan. Menurutnya, kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh faktor atau variabel di luar individu. Variabel-variabel tersebut seperti struktur ekonomi sosial masyarakat, ketersediaan insentif atau disinsentif pembangunan, ketersediaan sumber daya alam dll. Jika intensitas atau volume variabel-variabel tersebut semakin tinggi maka semakin berkurang kemiskinan.

Selanjutnya terdapat pula kemiskinan superstruktural yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh variabel-variabel kebijakan makro yang tidak begitu kuat berpihak pada masyarakat kecil. Variabel-variabel tersebut seperti kebijakan fiskal, ketersediaan hukum dan perundang-undangan, kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam proyek pembangunan dll (www.usu.ac.id).

Sementara Baswir (dikutip oleh Sudarwati, 2009), mengatakan bahwa kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu.

2.2       Pengentasan Kemiskinan

Pada bagian ini sebenarnya akan dikemukakan definisi atau pengertian dari pengentasan kemiskinan. Secara sederhana, pengentasan kemiskinan dapat diartikan sebagai uapaya untuk mengurangi, menanggulangi atau mengikis kemiskinan. Karena pengentasan membutuhkan upaya atau usaha maka pengentasan kemiskinan membutuhkan strategi. Sehingga bagian ini akan memaparkan beberapa pengertian strategi pengentasan kemiskinan dari beberapa sumber.

Strategi pengentasan kemiskinan menurut United Nations Economic and Social Comission for Asia Pacific (UNESCAP) bahwastrategi penanggulangan kemiskinan terdiri dari penanggulangan kemiskinanuang; kemiskinan akses ekonomi, sosial dan budaya; dan penanggulangan kemiskinan terhadap akses kekuasaan dan informasi (Yulianto 2005).

Sedangkan upaya menaggulangi kemiskinan menurut UU No.25/200 tentang Program Pembangunan Nasional ditempuh melalui dua strategi utama. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara. Kedua, membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.

Sementara Tim Studi KKP (2004) mengatakan bahwa jika seanjang kebijakan pemerintah belum mampu mengatasi kemiskinan. Maka masyarakat miskin mempunyai strategi sendiri untuk mengatasi kemiskinannya dengan cara: berhutang pada berbagai sumber pinjaman informal, bekerja serabutan, isteri dan anak bekerja, memanfaatkan sumber daya alam di sekelilingnya, bekerja di luar daerah dan berhemat melalui mengurangi atau mengganti jenis makanan serta mengatur keuangan.

Dengan melihat beberapa pengertian pengentasan kemiskinan atau lebih tepatnya strategi pengentasan kemiskinan di atas. Beberapa di antaranya seperti yang dikemukaan oleh UNESCAP dan UU No.25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional jelas merupakan strategi-strategi atau upaya pengentasan yang bersifat struktural. Karena pada umumnya kemiskinan di Indonesia bahkan di dunia merupakan kemiskinan struktural.

2.3       Upaya Pengentasan Kemiskinan Struktural melalui Koperasi

Dari pemaparan mengenai kemiskinan struktural pada bagian terdahulu maka secara umum kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh sistem yang tidak adil dan tidak merata dalam memberikan kesempatan dan akses bagi setiap masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Upaya pengentasan kemiskinan struktural tersebut dapat menggunakan instrumen lembaga yang bernama koperasi.

Bibit koperasi di Indonesia sendiri tumbuh di Purwokerto tahun 1896. Ketika itu seorang pamong praja bernama R. Aria Wiria Atmaja mendirikan sebuah bank yang bernama Hulphen Spaar Bank (Bank Pertolongan dan Simapanan). Bank tersebut dimaksudkan untuk menolong para priyai/pegawai negeri yang terjerat hutang pada lintah darat saat itu. Fungsi bank ini semacam Koperasi Simpan Pinjam saat ini (Anoraga dan Widiyanti, 1995).

Koperasi sendiri pada hakekatnya berarti semua perkumpulan dan semua pekerjaan yang berlaku atas dasar bekerjasama (Tohir 1955). Koperasi juga diartikan sebagai bentuk kerja sama di bidang perekonomian, kerja sama ini karena adanya kesamaan jenis kebutuhan hidup mereka (Anoraga dan Widiyanti, 1995). Sementara dalam UU No.25/1992 tentang Perkoperasian, yang dimaksud dengan koperasi yaitu badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Dalam tulisan ini selain menekankan penguatan peran koperasi dalam pembangunan ekonomi nasional, juga diandaikan bahwa setiap orang merupakan anggota koperasi. Lalu mengapa koperasi dapat mengentas kemiskinan struktural? Untuk itu mari kita gunakan beberapa variabel penyebab kemiskinan struktural atau superstruktural yang disampaikan oleh Moeljarto dan Baswir sebagai penegas. Pertama, ketersediaan insentif dan disinsentif. Koperasi seperti yang diketahui menggunakan azas kekeluargaan dengan tujuan utamanya yaitu menyejahterakan anggota.

Dalam sistem perkoperasian karena koperasi merupakan milik semua anggota, maka dalam pembagian hasil dikenal dengan sistem Sisa Hasil Usaha (SHU). SHU yang berasal dari hasil usaha yang diselenggarakan untuk anggota koperasi boleh dibagikan kepada para anggota (Anaroga dan Widiyanti, 1995).  Dalam UU Perkoperasian disbutkan bahwa SHU setelah dikurangi dana cadangan, bagian terbesarnya dibagikan kepada anggota standing sesuai dengan besaran jasa yang dilakukan.

Sehingga melalui pembagian SHU ini semua anggota dipastikan mendapatkan disinsentif masing-masing berdasarkan jasanya seperti besaran simpanan. Sementara anggota yang merangkap sebagai pengurus koperasi mendapat insentif atas jasanya. Sehingga ketersediaan insentif dan disinsentif merupakan hak bagi setiap anggota koperasi. Apalagi persyaratan untuk menjadi seorang anggota koperasi tidak sulit sehingga memungkinkan setiap orang menjadi anggotanya.

Kedua, SHU juga dapat menjawab variabel distribusi aset produksi yang tidak merata. Aset produksi di dalam koperasi pada umumnya merupakan simpanan-simpanan anggota sebagai modal dalam mengembangkan koperasi. Mengingat koperasi sebagai persekutuan orang bukan persekutuan modal seperti N.V. misalnya, maka dalam sifatnya koperasi tidak mengenal istilah majikan dan buruh (Tohir 1955). Sehingga setiap anggota sama-sama sebagai majikan juga sama-sama sebagai buruh.

Akibatnya dalam distribusi aset produksi semua anggota mendapatkan akses yang sama melalui sistem SHU walaupun dengan nilai dan besaran yang berbeda. Bahkan Bung Hatta (1951) menyebutkan bahwa salah satu tugas koperasi yaitu memperbaiki distribusi pembagian barang kepada rakyat.

Ketiga, variabel struktur ekonomi sosial masyarakat. Variabel ini dapat menyebabkan kemiskinan jika keadaan ekonomi sosial masyarakat di sekitar “si miskin” tidak memberikan kesempatan dan ruang baginya untuk mengakses sumber daya ekonomi yang ada. Namun kehadiran koperasi selalu sepadan dengan struktur ekonomi sosial masyarakat Indonesia. karena koperasi merupakan bentuk ekonomi Pancasila yang notabene sebagai pandangan hidup bangsa.

Salah satu keadaan sosial ekonomi yang buruk penyebab kemiskinan di Indonesia terutama di pedesaan yaitu masih maraknya sistem ijon. Sehingga tugas koperasi juga menurut Bung Hatta (1951) yaitu menyingkirkan penghisapan dari lintah darat. karena pengalaman di beberapa tempat ternyata kehadiran koperasi sanggup membersihkan ijon.

Kesesuaian koperasi sebagai bentuk ekonomi Pancasila dalam keadaan ekonomi sosial masyarakat karena koperasi dibangun di atas semangat kolektivisme atau kebersamaan yang tinggi dengan berlandaskan azas kekeluargaan. Koperasi menyadarkan kepentingan bersama, menolong diri sendiri secara bersama dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan produktif (Swasono 1987). Karena dibangun atas dasar itu, koperasi sangatlah sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang sosialis sehingga bagi anggota koperasi tidak akan merasa dimiskinkan oleh keadaan ekonomi sosial masyarakat di sekitarnya.

Keempat, variabel kebijakan fiskal dan moneter pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat kecil. Dilihat dari sumber modalnya, koperasi sesungguhnya tidak begitu bergantung pada kebijakan ekonomi makro. Setidaknya ada tiga sumber modal koperasi  (Anoraga dan Widiyanti, 1995) secara umum yaitu simpanan-simpanan anggota, dana cadangan dari hasil SHU dana dari luar koperasi. Namun modal utama koperasi berasal dari para anggotanya dalam bentuk berbagai simpanan.

Sehingga jika ada kebijakan moneter yang memicu inflasi dan menyebabkan kenaikan harga barang, koperasi tidak begitu besar terkena dampaknya karena koperasi bukanlah lembaga usaha kapital yang mengutamakan modal. Melainkan lembaga usaha kerakyatan yang mengutamakan keanggotaan. Justru dalam keadaan yang demikian tugas koperasi menurut Bung Hatta (1951) yaitu memperbaiki harga yang menguntungkan bagi masyarakat.

Setidaknya empat variabel penyebab kemiskinan struktural di atas dapat dientaskan melalui penguatan lembaga usaha kerakyatan yang bernama koperasi. Sehingga masyarakat yang menjadi anggota koperasi setidaknya lebih beruntung dengan berbagai kekuatan yang dimiliki oleh koperasi sebagai upaya keluar dari jeratan kemiskinan.

BAB III

KESIMPULAN

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia umumnya merupakan bentuk kemiskinan struktural. Yaitu kemiskinan yang diakibatkan oleh peminggiran individu atau kelompok oleh individu atau kelompok lain terhadap akses sumber daya ekonomi. Kondisi ekonomi sosial masyarakat yang demikian diperparah lagi dengan adanya pelbagai macam kebijakan pemerintah yang terasa tidak berpihak pada rakyat kecil. Apalagi praktek korupsi dan kolusi di negeri ini yang semakin parah dan sistematik mengakibatkan distribusi dan redistribusi ekonomi tidak merata.

Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan pun telah beragam rupanya terutama yang dilakukan oleh pemerintah. Upaya pengentasan yang besifat sesaat melalui kebijakan yang membodohi masyarakat seperti BLT sudah seringkali dikeluarkan. Tetapi hasilnya nihil, kemiskinan justru merajalela dan pemenuhan hak-hak kebutuhan dasar setiap orang semakin jauh dari yang semestinya.

Pemerintah terlalu asik untuk mengeluarkan puluhan kebijakan yang minim manfaat sehingga sesekali melupakan kehadiran koperasi sebagai lembaga usaha kerakyatan. Koperasi yang telah tumbuh sejak abad ke-19 lalu semakin hari justru semakin tak terawat dan dilupakan oleh masyarakat Indonesia sekalipun. Padahal koperasi dalam perjalanannya telah mampu melewati pelbagai kondisi dan situasi ekonomi yang menyulitkan seperti krisis moneter.

Melihat fenomena pengentasan kemiskinan yang belum begitu menggembirakan, maka sudah saatnya kita kembali serius menguatkan fungsi dan peran koperasi dalam pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus dalam upaya pengentasan kemiskinan. Karena koperasi memiliki cara dan sistem sendiri dalam melakukan hal tersebut. Koperasi merupakan bentuk dari ekonomi Pancasila yang menyediakan sistem kerakyatan yang tidak dimiliki oleh lembaga usaha lain seperti PT atau NV.

Pelaksanaan koperasi yang berdasarkan azas kekeluargaan dan kebersamaan, memiliki tujuan utama yaitu menyejahterakan anggota. Sistem SHU, simpan pinjam dan konsep-konsep lainnya di dalam koperasi akan mampu membawa anggota sebagai masyarakat setidaknya merasa adil, diperlakukan sama dan memiliki hak yang sama pula dalam mengakses sumber daya ekonomi sekaligus mendapatkan aset dan hasil produksi. Yang terpenting sekali lagi bahwa koperasi harus lebih diperkuat lagi peran dan fungsinya. Juga semua masyarakat mau menjadi anggota dari koperasi. Sehingga pengentasan kemiskinan setidaknya dapat dilakukan dengan optimal.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/22/peran-koperasi-dalam-upaya-pengentasan-kemiskinan-struktural/